Senin, 27 Juni 2011

Jodoh untuk ibu



"Ibu ini malu sama tetangga kalau harus menikah lagi, udah tua gini, udah gak cantik lagi, lagipula ibu masih sanggup biayain kamu," gerutu ibu ketika aku mencoba membicarakan perjodohan ibu dengan pak haji Rahmat duda beranak satu . Bukan, bukan soal biaya yang ku risaukan Bu, aku hanya khawatir Ibu akan kesepian jika nantinya aku melanjutkan kuliah di Ibu kota. Sedangkan Mba Laras kini sudah ikut suaminya yang bertugas di Aceh, sudah kupastikan Ibu pasti akan kesepian disini, ucapku dalam hati
"Kamu itu aneh, lah wong biasanya orangtua ngasih jodoh buat anaknya, kamu malah ngasih jodoh buat ibu,"
"Aku khawatir ibu kesepian, pak haji Rahmat itu orang baik, rajin ibadah….."
"dan kamu pengin bersodara sama Linda, sahabat kamu yang orang kaya itu kan?" ujar ibu memotong kata-kataku.
Jujur aku dan Linda memang berencana menjodohkan orangtua kami. Ayah Linda yang menduda sejak lima tahun yang lalu karena istrinya meninggal karena kecelakaan sudah sering-kali mengungkapkan keinginannya untuk menikah lagi. Tapi Linda sudah terlanjur sayang pada ibuku yang juga sudah lama menjanda. Dari situ lah Linda merekomendasikan Ibuku pada ayahnya, dan aku disini membujuk ibu untuk mau menerima tawaran dari pak haji Rahmat.
"Pokoknya Ibu, gak mau menikah, Ibu masih trauma sama kejadian waktu itu, Bapak pergi dari rumah dengan membawa semua uang simpanan milik ibu, dan meninggalkan kita bertiga begitu saja," matanya mulai berkaca-kaca. Aku tak tega melihat ibu menangis, cukup sudah penderitaan yang ia rasakan sejak kepergian bapak.
Kudekati ibu yang duduk didepanku, kupeluk tubuhnya.
Sepertinya butuh waktu untuk meluluhkan hati ibu.
***
Suhu tubuh Ibu naik sejak pak Haji Rahmat datang ke rumaku bersama Linda dan mengatakan keinginannya untuk meminang Ibu. Sungguh ini diluar skenario yang aku dan Linda rencanakan. Seharusnya Pak Haji Rahmat akan datang ke rumahku ketika sudah ada aba-aba dariku. Aku sendiri saja belum berhasil melunakkan hati Ibu yang masih trauma atas perilaku Bapak, eh Linda malah sudah mengajak ayahnya ke rumahku, dan sudah kupastikan Ibu marah besar padaku.
Ibu hanya bilang bahwa ia butuh waktu untuk berfikir, Linda dan Ayahnya bisa menerima itu, dan mereka langsung pulang setelah dirasakan hari semakin gelap.
Setelah kepulangan Linda dan Ayahnya, Ibu berdiam diri saja di kamar, dan keesokan paginya ku temui Ibu yang sudah terbaring lemas dengan suhu tubuh yang sangat tinggi.
Ibu menolak ketika aku mengajaknya pergi ke dokter. Ya sudah aku belikan saja obat dan ku kompres keningnya.
Ibu tak bisa jualan hari ini, tapi untungnya uang kiriman Mba Laras masih cukup untuk membeli obat dan untuk keperluan lainnya selama Ibu sakit, aku yang masih menunggu hasil SNMPTN pun tak ada kegiatan lain jadi bisa terus merawat ibu sampai keadaannya membaik.
***
"Ayu, ibu tak mau menikah lagi," ucap Ibu lirih ketika aku menyuapinya makan malam.
"Iya Bu, aku akan membatalkan perjodohan ini asal Ibu sembuh, bagiku tak  apa Ibu tak menikah lagi asal aku masih bisa melihat senyum Ibu seperti dulu."

478 kata
diikutkan dalam lomba flash fiction

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

kursor